internet marketing

Thursday

Perbedaan Antara Zakat Dan Pajak


Berikut ini adalah perbedaan antara zakat dan pajak yang bersumber dari penjelasan Prof. Dr. Abdullah Bin Muhammad At Thayyar, tentang Az Zakat, halaman 75-80, Universitas Islam Imam Muhammad Bin Sa’ud, Riyadh dan diterjemahkan oleh Ustadz M. Dahri. Semoga Bermanfaat.
Berikut ini adalah perbedaan antara zakat dan pajak yang bersumber dari penjelasan Prof. Dr. Abdullah Bin Muhammad At Thayyar, tentang Az Zakat, halaman 75-80, Universitas Islam Imam Muhammad Bin Sa’ud, Riyadh dan diterjemahkan oleh Ustadz M. Dahri. Semoga Bermanfaat.
• Zakat adalah hak yang wajib pada harta tertentu, untuk orang-orang tertentu, dikeluarkan pada masa tertentu, untuk mendapatkan keridhaan Allah, membersihkan diri, harta serta masyarakat.Sedangkan pajak adalah beban yang ditetapkan pemerintah, yang dikumpulkan sebagai keharusan dan dipergunakan untuk menutupi anggaran umum pada satu segi. Dan pada segi lain, untuk memenuhi tujuan-tujuan perekonomian, kemasyarakatan, politik, serta tujuan-tujuan lainnya yang dicanangkan oleh negara.
• Zakat ditunaikan dengan maksud ibadah (taqarrub) kepada Allah. Sedangkan nilai (makna) demikian ini tidak terpenuhi pada pajak. Karena pajak hanya bersifat keharusan yang ditetapkan oleh negara.
• Zakat adalah kewajiban yang ditetapkan langsung kadar ukurannya oleh syari’at, tanpa memberi peluang bagi hawa nafsu dan keinginan pribadi manusia untuk ikut memasuki dalam menetapkannya.Sebaliknya pajak ditetapkan oleh pemerintah, yang kadarnya dapat ditambah kapan saja, manakala pemerintah menginginkannya sesuai kepentingan maslahat pribadi dan masyarakat.
• Zakat telah ditetapkan tempat penyalurannya oleh syari’at. Bahwa golongan orang yang berhak menerima zakat telah ditetapkan langsung oleh Allah.Adapun pajak hanya dikumpulkan dalam kas negara, dan dibelanjakan menurut kepentingan yang berbeda-beda.
• Zakat merupakan kewajiban yang sudah ditetapkan dan bersifat kekal selama di bumi ini ada agama Islam dan ada kaum muslimin.Adapun pajak tidak memiliki sifat tetap dan kekekalan; baik dari segi jenisnya, ukuran minimal wajibnya, kadarnya, maupun tempat pembelanjaannya.





Zakat Dan Pajak
1. Pembayaran pajak yang diwajibkan oleh pemerintah tidak bisa dijadikan sebagai pembayaran zakat karena perbedaan yang terdapat antara keduanya. Seperti perbedaan pihak yang mewajibkan, tujuan, jenis harta, volume yang wajib dibayar serta penyalurannya.
2. Pajak tidak boleh dipotong dari volume zakat yang wajib dibayar tetapi dari total jumlah harta yang terkena kewajiban zakat.
3. Pajak yang harus dibayar kepada pemerintah selama haul dan belum dibayar sebelum haul, dipotong dari harta yang harus dizakati tersebut karena termasuk kewajiban yang harus dilunasi.
4. Peraturan pajak seharusnya disesuaikan sehingga memungkinkan pengambilan volume zakat yang wajib dikeluarkan dari volume pajak untuk memudahkan mereka yang membayar zakat tanpa batas selama yang bersangkutan dapat mengajukan bukti yang kuat bahwa ia telah membayar zakat.
5. Mewajibkan pajak solidaritas sosial atas penduduk non muslim di negara Islam sebesar volume zakat sebagai sumber dana untuk menciptakan solidaritas sosial secara umum yang mencakup seluruh rakyat yang hidup di negara Islam.
6.




Antara Zakat & Pajak
Terdapat perbedaan pokok antara zakat dan pajak, yang menyebabkan keduanya tidak mungkin secara mutlak dianggap sama meskipun dalam beberapa hal terdapat beberapa persamaan diantara keduanya. Beberapa perbedaan mendasar tersebut diantaranya, pertama, dari segi nama. Secara etimologis, zakat berarti bersih, suci, berkah, tumbuh, maslahat dan berkembang. Sedang pajak, berasal dari kata al-dharibah yang berarti beban. Kadang kala juga diartikan sebagai al-jizyah yang berarti pajak tanah, upeti.

QS. At-Taubah[9]: ayat 29 menerangkan hal ini, ”Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasulullah SAW. Dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), yaitu orang-orang) yang diberi al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”. Tafsir Departemen Agama RI pada catatan kaki no.638, memberikan keterangan bahwa yang dimaksud dengan jizyah adalah pajak kepala yang dipungut oleh pemerintah Islam dari orang-orang yang bukan Islam sebagai perimbangan jaminan keamanan diri mereka sendiri.

Kedua, Dari segi dasar hukum dan kewajibannya. Zakat ditetapkan berdasarkan nash-nash Al-Qur’an dan hadist nabi yang bersifat qathi’ (pasti), sehingga kewajibannya bersifat mutlak atau absolut dan sepanjang masa kepada kaum muslimin dan merupakan salah satu rukun di dalam agama Islam, sedang pajak hanya merupakan ketentuan pemerintah yang ditetapkan kepada seluruh lapisan masyarakat.

Ketiga, dari segi batas nishab dan ketentuannya. Zakat memiliki nishab (batas minimal) harta yang dikenai wajib zakat dan ketentuan nishab ini datang dari Allah SWT. Demikian juga kadar zakat yang akan dikeluarkan ditentukan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, sedang pajak besarnya tergantung pada kebijakan dan kekuatan pemerintah baik mengenai objek, persentase, harga dan ketentuannya. Bahkan ditetapkan atau dihapuskannya pajak tergantung kepada pemerintah.

Keempat, dari segi sasarannya. Zakat harus dipergunakan untuk kepentingan mustahik yang berjumlah delapan asnaf, sedang pajak dapat dipergunakan dalam seluruh sektor kehidupan, sekalipun dianggap sama sekali tidak berkaitan dengan ajaran agama.

Letak persamaan sasaran pajak dan zakat adalah semua bidang dan sektor pembangunan yang dibiayai dari dana zakat, kecuali: (1) untuk agama non Islam, (2) untuk aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (3) yang tidak mengandung taqarrab (kebajikan, kebaikan menurut ajaran Islam), dan (4) yang berbau maksiat dan atau syirik menurut ajaran Islam (Sjechul Hadi Permono, 1995). Selain itu, niat khusus yang menyertai pengeluaran zakat sebagai ibadah dan pendekatan diri kepada Allah SWT tidak dapat dipersamakan dengan niat saat membayar pajak kepada pemerintah.

Dari uraian tersebut diatas, dapatlah diketahui secara jelas bahwa zakat dan pajak, meskipun pada beberapa sisi memiliki kemiripan dan persamaan, akan tetapi pada sisi-sisi yang lain, memiliki berbagai perbedaan yang sangat mendasar. Karenanya, tidak mungkin antara keduanya dianggap sama secara mutlak. Keberadaan zakat bersifat abadi, sementara keberadaan pajak sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam bentuk undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya dibawah undang-undang. Demikian pula zakat hanya diwajibkan kepada kaum muslimin yang memenuhi persyaratan obyek atau sumber zakat, sedangkan pajak berlaku pada setiap warga negara dengan tidak membedakan agama yang dianutnya. Demikian pula dalam aspek sasaran dan pemanfaatannya.




PENDAHULUAN
Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah Syahadat dan Sholat, sehingga merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin.Bila saat ini kaum muslimin sudah sangat faham tentang kewajiban sholat dan manfaatnya dalam membentuk kesholehan pribadi.Namun tidak demikian pemahamaannya terhadap kewajiban terhadap zakat yang berfungsi untuk membentuk keshalehan sosial.Implikasi keshalehan sosial ini sangat luas,kalau saja kaum muslimin memahami tentang hal tersebut.Pemahaman sholat sudah merata dikalangan kaum muslimin ,namun belum demikian terhadap zakat.
Dalam sejarah perjalanan masyarakat Islam,ajaran zakat sudah mulai dilupakan dan disempitkan artinya. Zakat seolah-olah hanya merupakan kewajiban individu dan dilaksanakan dalam rangka menggugurkan kewajiban individu terhadap perintah Allah ini.Sehingga zakat menjadi apa yang sering disebut sebagai ibadah mahzhah individu kaum muslimin.Dari suatu ajaran yang luas dan mendalam yang dikembangkan oleh Rasul dan Sahabat di Madinah,zakat menjadi sebuah ajaran yang sempit bersama mundurnya peranan Islam di panggung politik,ekonomi,ilmu,dan peradaban manusia.
Dalam akhir abad kedua puluh ini, bersamaan dengan kebangkitan kembali umat Islam diberbagai sektor kehidupan, ajaran zakat juga menjadi salah satu sektor yang mulai digali dari berbagai dimensinya. Meningkatnya kesejahteraan ummat Islam memberikan harapan baru dalam mengaktualisasikan zakat. Apalagi kebangkitan ekonomi di dunia barat khususnya yang didasari pemikiran kapitalistik telah menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan ini seperti;kesenjangan dalam kehidupan sosial ekonomi.
Tidak terkecuali Indonesia juga mengalami booming ekonomi,namun sekarang hancur lebur.Akibat dari itu mengakibatkan multi krisis yang berkepanjangan hingga hari ini.Pemerintah tidak mampu menggerakkan ekonomi makro dan ekonomi mikro alhamdulillah masih berjalan walaupun tidak seperti masa tak krisis dulu.
Disaat krisis seperti ini masyarakat masih mampu memberikan sebagian hartanya melalui zakat,infaq dan shodaqohnya untuk meringankan penderitaan saudaranya yang lain,baik yang di daerah krisis, bencana, konflik, dan daerah yang lain. Melihat potensi dana masyarakat yang disalurkan dalam wujud ZIS ini,maka pemerintah melalui Depag dan Depkes memobilisir dana- dana sosial keagamaan dalam rangka membantu ibu dan anak yang rawan terkena penyakit.



DEFINISI ZAKAT

Secara bahasa zakat berarti tumbuh, bersih, berkembang dan berkah. Seorang yang membayar zakat karena keimanannya niscaya akan memperoleh kebaikan yang banyak.
Allah berfirman disurat At-Taubah ayat 103,



artinya: "Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka".
Sedangkan menurut terminology Syari'ah zakat berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dan dalam waktu tertentu.
Keterangan definisi : Kewajiban atas sejumlah harta tertentu, berarti zakat adalah kewajiban atas harta yang bersifat mengikat dan bukan anjuran. Kewajiban tersebut terkena kepada setiap muslim (baligh atau belum, berakal atau gila) ketika mereka memiliki sejumlah harta yang sudah memenuhi batas nisabnya. Kelompok tertentu adalah mustakihin yang terangkum dalam 8 asnhaf. Waktu untuk mengeluarkan zakat adalah ketika sudah berlalu setahun (haul) untuk zakat emas, perak, perdagangan dll, ketika panen untuk hasil tanaman, ketika memperolehnya untuk rikaz dan ketika bulan Ramadhan sampai sebelum shalat 'Iid untuk zakat fitrah.
LANDASAN KEWAJIBAN ZAKAT

Zakat adalah rukun Islam ketiga yang diwajibkan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah diwajibkannya puasa Ramadhan dan zakat Fitrah. Ayat-ayat zakat, shodaqah dan infaq yang turun di Makkah baru berupa anjuran dan penyampaiannya menggunakan metodologi pujian bagi yang melaksanakannya dan cacian atau teguran bagi yang meninggalkannya.
Zakat tidak diwajibkan kepada semua nabi dan rasul, karena zakat berfungsi sebagai alat pembersih kotoran dan dosa, sedangkan para nabi dan rasul terbebas dari dosa dan kemaksiatan karena mereka mendapat jaminan penjagaan dari Allah swt. Disamping itu kekayaan yang ada ditangan para nabi adalah titipan dan amanah Allah swt yang tidak dapat diwariskan


Landasan kewajiban zakat disebutkan dalam Al Qur'an, Sunnah dan Ijma Ulama.
1. AL QUR'AN
 Surat Al-Baqaraah ayat 43: Artinya: "Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan ruku'lah bersama dengan orang-orang yang ruku'".
 Surat At-Taubah ayat 103:




Artinya: "Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan do'akanlah mereka karena sesungguhnya do'amu dapat memberikan ketenangan bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".
2. SUNNAH
 Rasulullah saw bersabda yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar, "Islam dibangun atas lima rukun: Syahadat tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad saw utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, menunaikan haji dan puasa Ramadhan".
 Hadist diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari Ali ra, "Sesungguhnya Allah mewajibkan (zakat) atas orang-orang kaya dari umat Islam pada harta mereka dengan batas sesuai kecukupan fuqoro diantara mereka. Orang-orang fakir tidak akan kekurangan pada saat mereka lapar atau tidak berbaju kecuali karena ulah orang-orang kaya diantar mereka. Ingatlah bahwa Allah akan menghisab mereka dengan keras dan mengadzab mereka dengan pedih".
3. IJMA
Ulama baik salaf (klasik) maupun khalaf (kontemporer) telah sepakat akan kewajiban zakat dan bagi yang mengingkarinya berarti telah kafir dari Islam.





PERBEDAAN ANTARA ZAKAT, INFAK DAN SHODAQOH

Dalam penjelasan tentang makna terminologis dari zakat, kita telah mengetahui bahwa zakat adalah kewajiban harta yang spesifik, memiliki syarat tertentu, alokasi tertentu dan waktu tertentu. Adapun infak yaitu mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat.
Infak ada yang wajib ada yang sunnah. Infak wajib diantaranya kafarat, nadzar, zakat dll. Infak sunnah diantaranya infak kepada fakir miskin sesama muslim, infak bencana alam dll.
Adapun shodaqoh maknanya lebih luas dari zakat dan infak. Shodaqoh dapat bermakna infak, zakat dan kebaikan non materi. Dalam hadist riwayat Muslim, Rasulullah saw memberi jawaban kepada orang-orang miskin yang cemburu terhadap orang kaya yang banyak bershodaqoh dengan hartanya, beliau bersabda:
"Setiap tasbih adalah shodaqoh, setiap takbir shodaqoh, setiap tahmid shodaqoh, setiap tahlil shodaqoh, amar ma'ruf shodaqoh, nahi munkar shodaqoh dan menyalurkan syahwatnya pada istri juga shodaqoh".
Shodaqoh adalah ungkapan kejujuran (shidq) iman seseorang. Oleh karena itu Allah swt menggabungkan antara orang yang memberi harta dijalan Allah dengan orang yang membenarkan adanya pahala yang terbaik. Antara yang bakhil dengan orang yang mendustakan.




SYARAT HARTA YANG WAJIB DIZAKATI

Harta yang akan dikeluarkan zakatnya harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:
1. Harta yang Halal dan Baik
Allah swt berfirman dalam surat Al-Baqaraah ayat 267, artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Disebutkan dalam hadist riwayat Muslim, Rasulullah saw bersabda: Artinya: "Allah tidak menerima zakat dari harta yang tidak sah"
2. Harta Produktif (Nama')
Harta produktif adalah harta yang berkembang baik secara konkrit atau tidak. Secara konkrit dengan melalui pengembangan usaha, perdagangan, saham dll. Melalui tangan sendiri atau orang lain. Sedangkan tidak konkrit yaitu harta tersebut berpotensi untuk berkembang. Hal ini sesuai makna zakat itu sendiri yang berarti berkembang.
Harta yang tidak berkembang dan tidak berpotensi untuk dikembangkan tidak wajib dikenai zakat, sesuai dengan hadist Rasulullah saw riwayat Muslim: Artinya: "Seorang muslim tidak wajib mengeluarkan zakat dari kuda dan budaknya".
3. Milik Penuh dan Berkuasa Menggunakannya
Pada hakekatnya kepemilikan mutlak pada harta adalah Allah swt, tetapi Allah swt memberikan hak kepemilikan harta kepada manusia secara terbatas. Harta yang dimiliki manusia secara penuh maksudnya bahwa manusia ia berkuasa memiliki dan memanfaatkannya secara penuh. Pemilikan dan pemanfaatan harta harus sesuai dengan aturan-aturan Islam.
4. Mencapai Nishab (Standar Minimal Harta yang dikenakan zakat)
Kekayaan yang belum mencapai nishab tidak terkenak kewajiban zakat. Karena ketika seseorang belum memiliki kekayaan yang mencapai nishab, berarti masih masuk kategori miskin dan berhak mendapat zakat. Sedangkan ketika kekayaan mencapai nishab berarti sudah dapat mencukupi untuk kehidupan sehari-hari dalam waktu satu tahun. Sehingga ketika dikenakan zakat tidak akan membahayakan dirinya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

5. Surplus dari Kebutuhan Primer dan Terbebas dari Hutang
Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini, apakah harta yang dikeluarkan zakatnya harta penghasilan bersih seltelah dikurangi kebutuhan primer, ataukah harta penghasilan kotor? Disisi lain kebutuhan primer setiap orang bersifar relatif dan tidak terukur, sehingga jika syarat surplus dari kebutuhan primer diberlakukan dapat dipastikan banyak yang tidak membayar zakat, walaupun sudah memiliki harta melebihi nishabnya.
Ulama madzhab Hanafi menentukan bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya adalah harta yang bersih setelah dikurangi kebutuhan rutin. Alasan ini cukup kuat, karena zakat diwajibkan bagi orang kaya sesuai hadist, "tidak wajib bayar zakat kecuali orang kaya". Manakala pendapatan seseorang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan harian diri dan keluarganya berarti dia tidak termasuk orang kaya, kecuali jika setelah kebutuhan keluarganya terpenuhi masih memiliki kelebihan yang mencapai nishab, berarti ia wajib bayar zakat.
Zakat juga hanya dikenakan jika terbebas dari hutang. Karena hutang merupakan beban yang harus ditunaikan. Walaupun seseorang memiliki banyak kekayaan tetapi jika memiliki banyak hutang maka tidak termasuk orang kaya yang harus membayar zakat, apalagi jika hutangnya lebih besar dari kekayaan. Dan dalam Islam, seseorang yang memiliki banyak hutang disebut ghariim yang berhak menerima zakat. Jika melihat fenomena sekarang dimana mayoritas manusia memiliki hutang, maka terdapat pendapat yang baik dana patut dipertimbangkan, yaitu hutang yang terbebas dari zakat adalah hutang yang jatuh tempo.
6. Haul (Sudah Berlalu Setahun)
Disebutkan dalam hadist riwayat Abu Dawud: Artinya: "Tidak wajib membayar zakat sampai sudah berlalu satu tahun"
Ulama tabi'in dan fuqoha sepakat tentang ketentuan haul pada beberapa harta yang wajib dizakati seperti emas, perak, perdagangan, hewan dll. Dan haul tidak berlaku pada zakat pertanian, rikaz, barang tambang dll. Untuk hasil pertanian disebutkan dalam surat Al An'aam aya 141, artinya: "Dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilmu (dengan dikeluarkan zakatnya)".




MACAM-MACAM HARTA YANG WAJIB DIZAKATI

Dalam buku-buku Fiqh, harta-harta yang wajib dizakati terdiri dari dua macam yaitu Zakat Harta dan Zakat Fitrah. Kemudian Zakat Harta dibagi lagi menjadi beberapa sub bagian sbb.:
1. Zakat Emas, Perak dan Perhiasan
2. Zakat Hewan dan Produk Hewani
3. Zakat Pertanian dan Hasil Bumi
4. Zakat Barang Perdagangan
5. Zakat Rikaz dan Barang Tambang

ZAKAT DAN PAJAK

Banyak orang berusaha menyamakan antara zakat dan pajak, sehingga konsekwensinya ketika seseorang sudah membayar pajak maka gugurlah pembayaran zakatnya. Sementara sebagian lain menolak bahwa zakat sama dengan pajak atau sebagai alternatif dari kewajiban zakat. Zakat dan pajak adalah dua pungutan wajib yang memiliki karakteristik berbeda.
Jika dilihat secara cermat memang ada persamaan antara zakat dan pajak, tetapi disisi lain banyak juga perbedaannya.
Persamaan antara Zakat dan Pajak:
1. Bersifat wajib dan mengikat atas harta penduduk suatu negeri, apabila melalaikannya terkena sanksi.
2. Zakat dan pajak harus disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai efisiensi penarikan keduanya dan alokasi penyalurannya. Dalam pemerintahan Islam, zakat dan pajak dikelola oleh negara.
3. Tidak ada ketentuan memperoleh imbalan materi tertentu didunia.
Dari sisi tujuan ada kesamaan antara keduanya yaitu untuk menyelesaikan problem ekonomi dan mengentaskan kemiskinan yang terdapat di masyarakat.





Perbedaan antara Zakat dan Pajak
Perbedaan Zakat Pajak Keterangan
Nama Berarti bersih, bertambah dan berkembang Utang, pajak, upeti Seseorang yang membayar zakat hartanya menjadi bersih dan berkah tidak demikian dengan pajak
Dasar Hukum Al Qur'an dan As Sunnah Undang-undang suatu negara Pembayaran zakat bernilai ibadah dan pendekatan diri kepada Allah sedangkan dalam membayar pajak hanya melaksanakan kewajiban warga negara
Nishab dan Tarif Ditentukan Allah dan bersifat mutlak Ditentukan oleh negara dan yang bersifat relatif Nishab zakat memiliki ukuran tetap sedangkan pajak berubah-ubah sesuai dengan neraca anggaran negara
Sifat Kewajiban bersifat tetap dan terus menerus Kewajiban sesuai dengan kebutuhan dan dapat dihapuskan
Subyek Muslim Semua warga negara
Obyek Alokasi Penerima Tetap 8 Golongan Untuk dana pembangunan dan anggaran rutin
Harta yang Dikenakan Harta produktif Semua Harta
Syarat Ijab Kabul Disyaratkan Tidak Disyaratkan
Imbalan Pahala dari Allah dan janji keberkahan harta Tersedianya barang dan jasa publik
Sanksi Dari Allah dan pemerintah Islam Dari Negara
Motivasi Pembayaran Keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ketaatan dan ketakutan pada negara dan sanksinya ada pembayaran pajak dimungkinkan adanya manipulasi besarnya jumlah harta wajib pajak dan hal ini tidak terjadi pada zakat
Perhitungan Dipercayakan kepada Muzaki dan dapat juga dengan bantuan Selalu menggunakan jasa akuntan pajak
PEMBAYARAN PAJAK

Pembayaran pajak dapat dibenarkan dalam Syari'at Islam karena memiliki beberapa konsideran:
1. Solidaritas sosial dan tolong menolong sesama muslim dan sesama umat manusia merupakan kewajiban. Allah berfirman dalam surat Al_maidah ayat 2, artinya: "Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran".
2. Sasaran zakat terbatas sedangkan kebutuhan negara tidak terbatas. Para ahli fiqh tidak boleh mercampur adukkan harta zakat dengan pajak. Berkata Abu Yusuf: "Tidaklah layak kiranya harta kharaj (pajak bumi) digabungkan dengan harta zakat, karena harta kharaj adalah harta rampasan untuk seluruh kamu muslimin, sedangkan harta zakat diperuntukkan bagi mereka yang disebutkan Allah dalam Al-Qur'an. Para ulama berkata: "Zakat tidak boleh digunakan untuk membangun jembatan, perbaikan jalan, membuat sungai, pembuatan masjid, sekolah, pengairan dan bendungan".
3. Kaidah-kaidah Umum Hukum Syara'. Banyak sekali kaidah yang dapat dipakai untuk melegalisasi pembayaran pajak, diantaranya Maslahah Mursalah.
4. Kebutuhan untuk biaya jihad dengan segala kaitannya.
5. Kerugian dibayar dengan keuntungan.
Ketika umat Islam membayar pajak, dia dapat merasakan hasil pajak tersebut lewat pembangunan dan keamanan. Agar pembayaran pajak dan zakat dapat berjalan dengan baik maka perlu adanya sinkronisasi pembayaran keduanya. Misalnya ketika seseorang sudah membayar zakat, maka beban pembayaran pajaknya dikurangi sebesar zakat yang telah dikeluarkan agar tidak terjadi kedholiman pada wajib zakat atau wajib pajak.
Selanjutnya ulama modern memasukkan atau menganalogikan beberapa bentuk zakat yang belum dikenal pada saat itu. Diantara bentuk zakat yang popular sekarang adalah: Zakat Uang, Zakat Profesi, Zakat Investasi dan Saham, Zakat Hadiah, Zakat Perusahaan dll. Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan pokok-pokok zakat yang sudah disepakati ulama, kemudian memasukkan atau menganalogikan bentuk-bentuk zakat yang popular dimasa sekarang dengan bentuk zakat yang sudah baku dan disepakati ulama, di dalam UU Pajak No. 17 Th. 2000, Pasal 9 huruf g dinyatakan bahwa zakat yang dibayarkan pada BAZ atau LAZ yang sah (yang terdaftar di dinas terkait) dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak.
Zakat yang dibayarkan dihitung sesuai dengan ketentuan syari'ah di atas yang selanjutnya dikurangkan atas penghasilan kena pajak. Misalnya nilai harta perusahaan yang kena zakat adalah 100 juta, maka zakatnya adalah 2,5 juta, kemudian nilai tersebut dikurangi atas penghasilan kena pajak

UU PENGELOLAAN ZAKAT DAN UU PAJAK

Benda-benda yang harus dikeluarkan zakatnya secara eksplisit dikemukan dalam UU pengelolaan zakat Bab IV tentang pengumpulan zakat pasal 11
ayat (1) menyatakan bahwa zakat terdiri atas zakat maal dan fitrah.
Pada ayat (2) dikemukan bahwa harta yang dikenai adalah :
a. Emas, perak dan uang
b. Perdagangan dan perusahaan
c. Hasil Pertanian, hasil perkebunan dan hasil perikanan
d. Hasil pertambangan
e. Hasil Perternakan
f. Hasil pendapatan dan jasa
g. Rikaz
Ayat (3) Penghitungan zakat maal menurut nishab, kadar, dan waktu ditetapkan berdasarkan hukum agama (Syariat Islam)
Dalam Undang-undang Pajak yaitu No. 17 tahun 2000 dikemukan dalam pasal 9 ayat (1) bahwa untuk dalam undang-undang Pajak yaitu No. 17 tahun 200 dikemukan dalam pasal 9 ayat (1) bahwa untuk: g. Harta yang dihibahkan bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disyahkan oleh pemerintah. Diktum tersebut secara jelas menyatakan bahwa zakat yang dibayarkan kepada BAZ dan LAZ yang sah menjadi pengurang penghasilan kena pajak. Zakat yang dibayarkan hendaknya benar-benar sesuai dengan ketentuan syari'ah seperti di atas. kemudian nilai tersebut dikurangi atas penghasilan kena pajak. Karena itu, Agar perhitungan tersebut sesuai dengan syari'ah Islam Perlu ada peraturan Pemerintah (PP) yang mengaturnya.
Manfaat zakat dalam penyelesaian krisis :
1. Manfaat Zakat Sebagai Tatanan Kehidupan Sosial
2. Zakat Sebagai Landasan Sistem Perekonomian Islam
Zakat adalah landasan sistem perekonomian Islam dan menjadi tulang punggungnya. Karena sistem perekonomian Islam berdasarkan pengakuan bahwa Allah adalah pemilik asal, maka hanya Dia yang berhak mengatur masalah pemilikan, hak-hak dan penyaluran serta pendistribusian harta. Zakat adalah pencerminan dari semua itu. Karena ia merupakan salah satu hak terpenting yang dijadikan Allah di dalam pemilikan.


Peran Amilin (Pengelola) Zakat

Zakat bukan persoalan baru. Tetapi, pada waktu yang sama, persoalan tersebut tetap hangat karena senantiasa dibahas dan seolah tak pernah habis dan selesai. Salah satu ciri atau sifat ilmu Islam memang demikian, selalu memberi nuansa baru untuk dikaji dan ditelaah. Zakat adalah sebuah persoalan faridhah sulthaniyah, yaitu suatu kewajiban yang terkait dengan kekuasaan. Karena itu, pelaksanaannya dilakukan oleh amilin 'alaiha (petugas-petugas zakat, QS. 9; 60). Dan amilin, walaupun ada aturan tersendiri dalam masyarakat, surat keputusan asalnya ada dalam Al-Qur'an dan merupakan bagian organik dari Undang-undang Islam secara keseluruhan.
Para amilin pertama-tama berfungsi sebagai pengemban amanah Allah SWT, kemudian ia mewakili Rasulullah SAW sebagai iqamatud dien wa siyasah fid dunya para umara setelah rasulullah, yaitu menegakkan agama dan mengatur kehidupan di dunia. Zakat tentu saja merupakan salah satu tiang dari tiang-tiang agama. Jadi kedua, amilin mengemban amanat untuk mengorganisasikan (mengelola) zakat ini. Dalam hal ini , mereka bertindak sebagai niyabur Rasul (wakil Rasulullah SAW) dalam iqamatud dien. Dan ketiga, amilin adalah wakil dari tatanan tersebut. Dari sisi ini, kita dapat melihat betapa pentingnya posisi amilin.

0 comments:

Post a Comment

Date Conversion
Gregorian to Hijri Hijri to Gregorian
Day: Month: Year
 

Tri Susanto | Copyright 2009 Tri Susanto | Blogger Template by Mas San | Sponsored by Noow!